Search

Khasiat The Fed Kurang Manjur, Saatnya Pantau Data Inflasi

Khasiat The Fed Kurang Manjur, Saatnya Pantau Data Inflasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariatif cenderung melemah pada perdagangan kemarin (31/10/2019). Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sama-sama terkoreksi. Sedangkan harga obligasi pemerintah ditutup menguat.

Bursa saham acuan Ibu Pertiwi sepanjang perdagangan kemarin anteng di zona merah hingga akhirnya ditutup terperosok 1,07% ke level 6.229,32 indeks poin.


Saham-saham yang berkontribusi signifikan menekan kinerja IHSG termasuk PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-3,75%), PT Sinar Mas Multiartha Tbk/SMMA (-19,79%), PT Bayan Resources Tbk/BYAN (-15,9%), PT Perusahaan Gas Negara Tbk/PGAS (-13,52%), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-0,94%).
Lalu Mata Uang Garuda tercatat melemah tipis 0,07%, di mana pada penutupan pasar spot US$ 1 dibanderol Rp 14.032. Padahal rupiah nyaris seharian menguat di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan kala pembukaan pasar, dolar AS berhasil dipaksa lengser ke bawah Rp 14.000 karena rupiah menguat 0,23%.

Sedangkan, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 3,3 basis poin (bps) menjadi 7%. Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.

Sebenarnya, pergerakan pasar keuangan Tanah Air dipengaruhi beberapa sentimen.

Kinerja IHSG dibebani oleh aksi ambil untung alias profit taking yang telah menghantui bursa saham sejak pekan lalu. Pasalnya, pada bulan ini IHSG sempat tercatat menguat hingga 10 hari beruntun yakni pada periode 11-24 Oktober. Dalam periode tersebut, IHSG menguat 5,25%.

Belum lagi, setelah membukukan koreksi pada Jumat (25/10/2019) pekan lalu, selama 3 hari beruntun awal pekan ini, IHSG kembali finis di zona hijau dengan total penguatan 0,69%.

Oleh karena itu wajar saja jika jika hasrat pelaku pasar untuk merealisasikan keuntungan di pasar saham begitu terasa dalam beberapa hari terakhir.


Sementara itu, pelemahan rupiah besar kemungkinan karena faktor musiman. Kebutuhan valas korporasi memang sedang tinggi saat akhir bulan karena ada kewajiban pembayaran utang, impor, dan sebagainya. Rupiah pun mengalami tekanan jual dan akhirnya melemah.

Di lain pihak, harga obligasi pemerintah Indonesia masih dapat mencatatkan penguatan seiring dengan sentimen positif dari bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%.

Pemangkasan federal funds rate merupakan berita baik bagi instrumen keuangan berbasis rupiah, seperti obligasi, karena suku bunga acuan yang rendah berarti dolar AS kehilangan katalis positif untuk menarik aksi beli pelaku pasar. Pasalnya, imbal hasil yang diperoleh semakin menipis.

[Gambas:Video CNBC]

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Khasiat The Fed Kurang Manjur, Saatnya Pantau Data Inflasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.