Search

Mulai November, Pesan Saham IPO Harus Secara Elektronik

Mulai November, Pesan Saham IPO Harus Secara Elektronik

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal segera mengimplementasikan sistem penjatahan elektronik (electronic bookbuilding) saat penawaran umum saham perdana atau initial public offering (IPO) bulan depan. Sesuai dengan namanya, nantinya proses pemesanan untuk saham-saham yang akan melakukan IPO akan dilakukan secara terbuka melalui sistem elektronik.

Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan November sistem ini akan mulai. Tak semua anggota bursa (AB) yang bertindak sebagai penjamin emisi terlibat dalam penerapan tahap pertama ini, hanya beberapa saja yang ikut dalam pilot project sebelum diwajibkan semuanya.


"November ya [diimplementasikan]," kata Laksono kepada CNBC Indonesia, Selasa (29/10/2019).



Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) penerapan e-bookbuilding ini dilakukan untuk menghindari goreng-menggoreng saham di pasar perdana (primary). Karena biasanya saham di pasar ini tak terdistribusi dengan baik, sehingga pergerakannya saat perdagangan perdana (listing) biasanya menukik tajam dan tak ayal langsung mengalami auto reject atas (ARA).
"Dengan e-book building lebih transparan di awal. Kalau perlu ga ada fixed allotment," kata Hoesen, Dewan Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK di Lombok, Nusa Tenggara Barat akhir pekan lalu.

Dengan adanya electronic bookbuilding tersebut diharapkan bisa menjangkau investor yang lebih luas dan memberikan persebaran yang lebih baik bagi investor ritel dalam memasukkan penawaran awal (bookbuilding) saham-saham perusahaan yang melangsungkan IPO.

Berdasarkan Draft Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (ROPJK) tentang Pelaksanaan Penawaran Awal, Penawaran, Penjatahan dan Distribusi Efek Bersifat Ekuitas, Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk Secara Elektronis ini nantinya investor ritel dan institusi akan mendapatkan jatahnya masing-masing dengan harga yang wajar ketika efek tersebut diterbitkan.

OJK akan membatasi jumlah pemesanan yang dapat dilakukan oleh investor ritel dengan nilai maksimal sebesar Rp 100 juta/investor.

OJK menggolongkan perusahaan yang melakukan IPO dalam lima kelompok berdasarkan nilai penawaran umum (proceed) yang diperoleh perusahaan dalam aksi korporasi ini.

Untuk golongan I merupakan perusahaan dengan jumlah proceed maksimal Rp 100 miliar. Golongan II yakni untuk emiten dengan dana perolehan kisaran Rp 100 miliar-Rp 250 miliar.

Selanjutnya, golongan III yakni untuk perusahaan dengan dana perolehan sekitar Rp 250 miliar-Rp 500 miliar. Untuk golongan IV adalah untuk emiten dengan dana perolehan IPO senilai Rp 500 miliar-Rp 1 triliun.

Terakhir untuk emiten jumbo dengan perolehan dana di atas Rp 1 triliun, perusahaan ini masuk kelompok emiten golongan V.

Pengelompokkan emiten ini ditujukan untuk mengatur alokasi efek saham yang akan dijatahkkan untuk investor ritel.

Golongan I diwajibkan paling sedikit mendapatkan jatah sebesar 15% dari penawaran umum, sedang golongan II paling sedikit 10% dari total efek yang ditawarkan atau minimal senilai Rp 15 miliar dari total nilai efek.

Di golongan III, jatah minimal yang dapat diperoleh oleh investor ritel adalah sebesar 7,5% atau senilai Rp 25 miliar. Golongan IV mendapatkan penjatahan untuk ritel sebesar 5% dari jumlah efek atau minimal senilai Rp 37,50 miliar.


Terakhir, emiten jumbo di golongan V wajib menjatahkan untuk investor ritel sebesar 2,5% dari jumlah efek atau paling sedikit Rp 50 miliar.

Meski demikian, dalam hal terjadi kelebihan permintaan untuk pemesanan ritel ini maka surat edaran ini juga memberikan keleluasaan kepada investor ritel.

(roy/roy)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Mulai November, Pesan Saham IPO Harus Secara Elektronik"

Post a Comment

Powered by Blogger.