Harga SUN Naik dan Lelang Ramai, Pasar Obligasi Masih Seksi
Jakarta, CNBC Indonesia - Positifnya pasar surat utang negara (SUN) membuat minat investor membludak pada lelang rutin surat berharga syariah negara (SBSN/sukuk negara) hari ini hingga angka penawaran menembus Rp 35,91 triliun, tertinggi sejak lelang 9 Juli silam.Jumlah penawaran peserta dalam lelang siang ini (29/10/19) lebih tinggi daripada lelang sebelumnya Rp 29,9 triliun dan rerata lelang sejak awal tahun Rp 23,18 triliun.Dalam lelang tersebut, pemerintah menerbitkan sukuk negara Rp 7,43 triliun yang masih lebih tinggi dari lelang sebelumnya Rp 7,04 triliun tetapi masih sedikit lebih rendah daripada rerata lelang sejak awal tahun Rp 7,5 triliun.Positifnya hasil lelang tersebut didukung oleh pasar SUN yang masih menunjukkan tren penguatan yang nyaris berurutan sejak 11 Oktober, yang masih didukung oleh masih derasnya arus dana investor asing yang masuk ke pasar obligasi rupiah hingga mencetak rekor baru Rp 1.057 triliun.
Selain itu, momentum menuju akhir tahun juga dapat menjadi pendorong bagi pelaku pasar untuk memburu SUN dalam setiap lelang dan di pasar sekunder mengingat pemerintah biasanya tidak melanjutkan lelang di akhir November, terutama pada tahun lalu.
Dari global, ekspektasi penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang akan diputuskan besok dini hari masih tetap menjadi momentum penguatan di pasar obligasi domestik.
Di pasar sekunder, harga obligasi rupiah pemerintah naik signifikan. Naiknya harga SUN itu tidak senada dengan koreksi yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang yang lain. Data Refinitiv menunjukkan naiknya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling menguat adalah FR0077 yang bertenor 5 tahun dengan penurunan yield 4,5 basis poin (bps) menjadi 6,46%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 29 Okt'19 |
|||||
Seri |
Jatuh tempo |
Yield 28 Okt'19 (%) |
Yield 29 Okt'19 (%) |
Selisih (basis poin) |
Yield wajar IBPA 29 Okt'19 (%) |
FR0077 |
5 tahun |
6.512 |
6.467 |
-4.50 |
6.4388 |
FR0078 |
10 tahun |
7.042 |
7.033 |
-0.90 |
7.0116 |
FR0068 |
15 tahun |
7.512 |
7.497 |
-1.50 |
7.4706 |
FR0079 |
20 tahun |
7.728 |
7.69 |
-3.80 |
7.6782 |
Sumber: Refinitiv
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih menguat. Indeks tersebut naik 0,23 poin (0,08%) menjadi 266,6 dari posisi kemarin 266,37.
Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 520 bps, melebar dari posisi kemarin 518 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 2 bps hingga 1,83% dari posisi kemarin 1,85%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, 3 bulan-10 tahun, dan 2 tahun-10 tahun sudah sirna semua dan kembali ke normal, setelah sebelumnya inversi menjadi hal yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, karena menjadi indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 28 Okt'19 |
|||||
Seri |
Benchmark |
Yield 28 Okt'19 (%) |
Yield 29 Okt'19 (%) |
Selisih (Inversi) |
Satuan Inversi |
UST BILL 2019 |
3 Bulan |
1.644 |
1.639 |
3 bulan-5 tahun |
-2.1 |
UST 2020 |
2 Tahun |
1.65 |
1.64 |
2 tahun-5 tahun |
-2 |
UST 2021 |
3 Tahun |
1.654 |
1.644 |
3 tahun-5 tahun |
-1.6 |
UST 2023 |
5 Tahun |
1.67 |
1.66 |
3 bulan-10 tahun |
-19.4 |
UST 2028 |
10 Tahun |
1.853 |
1.833 |
2 tahun-10 tahun |
-19.3 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.057 triliun SBN, atau 39,15% dari total beredar Rp 2.701 triliun berdasarkan data per 28 Oktober. Angka itu menjadi pemecah rekor baru tertinggi kepemilikan investor asing di pasar SUN.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 164,28 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat masuk ke pasar SUN senilai Rp 3,51 triliun, sedangkan sejak awal bulan masih surplus Rp 28,14 triliun.
Penguatan di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas yang naik 0,25% sedangkan rupiah di pasar valas stagnan di Rp 14.020 per dolar AS. Dari pasar surat utang negara berkembang, mayoritas mengalami koreksi harga sehingga yield mayoritas obligasi negara naik.
Di negara maju, sebaliknya karena harga obligasi justru menguat di Jerman, Prancis, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut turun.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang |
|||
Negara |
Yield 28 Okt'19 (%) |
Yield 29 Okt'19 (%) |
Selisih (basis poin) |
Brasil |
6.49 |
6.495 |
0.50 |
China |
3.287 |
3.317 |
3.00 |
Jerman |
-0.329 |
-0.345 |
-1.60 |
Prancis |
-0.027 |
-0.047 |
-2.00 |
Inggris |
0.719 |
0.724 |
0.50 |
India |
6.67 |
6.68 |
1.00 |
Jepang |
-0.107 |
-0.108 |
-0.10 |
Malaysia |
3.454 |
3.462 |
0.80 |
Filipina |
4.583 |
4.54 |
-4.30 |
Rusia |
6.39 |
6.43 |
4.00 |
Singapura |
1.701 |
1.771 |
7.00 |
Thailand |
1.58 |
1.6 |
2.00 |
Amerika Serikat |
1.853 |
1.833 |
-2.00 |
Afrika Selatan |
8.175 |
8.19 |
1.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv)Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Harga SUN Naik dan Lelang Ramai, Pasar Obligasi Masih Seksi"
Post a Comment