Search

Membedah Belanja Kesehatan RI pada RAPBN 2020

Membedah Belanja Kesehatan RI pada RAPBN 2020

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah tak main-main dalam membelanjakan pendapatan negara tahun depan. Dalam RAPBN 2020, jumlah belanja meningkat dan akan diikuti dengan belanja yang lebih berkualitas (spending better) sebagai upaya menstimulasi perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan.

"RAPBN 2020 sebesar Rp 2.528,8 triliun merupakan 14,5% dari PDB. Angka tersebut meningkat dibandingkan belanja negara tahun 2019 sebesar Rp 2.341,6 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas Belanja Pemerintah Pusat sebesar 66% serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar 34%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta.


Belanja tersebut salah satunya digelontorkan untuk pos kesehatan. Dalam rangka mendukung keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah menetapkan anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi Rp 48,8 triliun. Anggaran ini naik hampir dua kali lipat dibandingkan 2018 senilai Rp 26,7 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah juga fokus melakukan perbaikan sistem dan manajemen JKN. Selain itu akan dilakukan penyesuaian iuran peserta JKN non PBI. Penyesuaian dilakukan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas.

"Peningkatan anggaran PBI JKN oleh pemerintah ditujukan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas. Sementara tarif iuran segmen non PBI nanti disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kolektabilitas," kata Sri Mulyani.

Pemerintah mencatat, rata-rata pertumbuhan realisasi anggaran pada fungsi kesehatan dalam kurun waktu 2015-2019 sebesar 3,8% per tahun. Angka tersebut yaitu Rp 51,43 triliun yang naik menjadi Rp 59,67 triliun pada outlook APBN tahun 2019.

Peningkatan alokasi anggaran fungsi kesehatan tersebut terutama disebabkan oleh komitmen pemerintah dalam mengimplementasikan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui pemberian jaminan kesehatan kepada fakir miskin dan orang tidak mampu (Penerima Bantuan Iuran/ PBI).

Pada RAPBN tahun 2020, alokasi anggaran belanja bantuan sosial tercatat sebesar Rp 107,63 triliun. Belanja itu terdiri dari belanja K/L sebesar Rp 10,88 triliun dan belanja non-K/L sebesar Rp 4,75 triliun.

Alokasi tersebut akan digunakan antara lain untuk transformasi bantuan sosial pangan menjadi kartu sembako, melanjutkan pemberian bantuan program PKH, melakukan perluasan cakupan bidikmisi menjadi KIP kuliah, melakukan penyesuaian premi iuran JKN,dan mengalokasikan dana cadangan untuk penanggulangan bencana alam.

Sementara itu, penyesuaian premi iuran JKN akan menjadi fokus kebijakan dalam penggunaan belanja negara pada kolom anggaran kesehatan. anggaran PBI JKN dalam kurun waktu 2015-2019 mengalami pertumbuhan rata-rata 7,4%, yaitu dari Rp 19,88 triliun pada 2015 menjadi Rp 26,52 triliun pada 2019. Pada periode tersebut, Pemerintah melakukan beberapa terobosan kebijakan berupa perluasan cakupan peserta.

Pada 2015 cakupan peserta sebesar 88 juta jiwa, kemudian menjadi 96,8 juta jiwa pada 2019. Kebijakan lainnya adalah menaikkan besaran premi iuran PBI JKN dari Rp19.225 pada 2015 menjadi Rp23.000 pada 2016. Dalam pelaksanaannya,terdapat permasalahan ketepatan sasaran dimana terdapat peserta PBI JKN yang tidak termasuk dalam Basis Data Terpadu (BDT). Maka, kebijakan cleansing data perlu dilaksanakan agar peserta PBI JKN tepat yaitu masyarakat miskin/berpenghasilan rendah/rentan miskin yang berhak.

Pada tahun 2020 Pemerintah akan meningkatkan bantuan iuran JKN bagi 96,8 juta jiwa bagi masyarakat miskin dengan anggaran sebesar Rp48.787,2 miliar, yang terdiri dari anggaran PBI Rp26.716,8 miliar dan cadangan PBI Rp22.070,4 miliar. Peningkatan anggaran PBI JKN tersebut ditujukan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas.

Berdasarkan laporan keuangan audited DJS tahun 2014 sampai dengan tahun 2018, menunjukkan bahwa keuangan DJS Kesehatan mengalami defisit yang besaran kewajiban pembayaran klaim layanan kesehatan lebih tinggi daripada kemampuan BPJS Kesehatan dalam mengumpulkan penerimaan dari iuran peserta. Sumber utama defisit program JKN adalah ketidakcukupan iuran untuk membiayai program, selain itu terkait tantangan kolektibilitas iuran dari peserta sektor informal dan pengendalian biaya layanan kesehatan.

Sedangkan Potensi risiko yang kemungkinan besar tetap terjadi dalam penyelenggaraan JKN tahun 2020 adalahpencapaian target kepesertaan menuju Universal Health Coverage yang besarnya 95 persen dari total penduduk, tingkat kolektabilitas iuran segmen Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU), pengendalian biaya, dan lainnya.


Untuk memitigasi kondisi keuangan tersebut Pemerintah menerapkan bauran kebijakan baik dari aspek penerimaan maupun biaya,diantaranya melalui perbaikan manajemen klaim fasilitas kesehatan (mitigasi fraud), strategic purchasing, serta batasan maksimal dana operasional.

Pada Pidato Nota Keuangan 2019 Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyatakan program BPJS Kesehatan dan JKN akan dibenahi secara total. Pada 2020, pemerintah juga akan menyalurkan anggaran pada 96,8 juta jiwa penerima bantuan iuran JKN.

"Pemerintah juga terus memberikan perlindungan, khususnya bagi 40% lapisan masyarakat terbawah. Agar perlindungan sosial itu efektif dan efisien, Pemerintah terus memperbaiki target sasaran, meningkatkan sinergi antar-program, dan melakukan evaluasi agar kebijakan berbasis bukti," kata Jokowi dalam pidatonya.

[Gambas:Video CNBC]

(dob/dob)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Membedah Belanja Kesehatan RI pada RAPBN 2020"

Post a Comment

Powered by Blogger.