Search

Awas, Suhu Masih Panas!

Awas, Suhu Masih Panas!

Pasar keuangan Indonesia terkoreksi lumayan dalam sepanjang pekan lalu. Faktor eksternal dan dalam negeri memang kurang kondusif, jadi mau bagaimana lagi...

Pada pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot 0,55%. Investor asing mencatatkan jual bersih Rp 1,89 triliun sehingga kapitalisasi pasar IHSG turun 0,44% dari pekan sebelumnya menjadi Rp 7.123,80 triliun.
Sementara nilai tukar rupiah melemah 0,78% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mayoritas mata uang utama Asia lainnya juga terdepresiasi, tetapi rupiah jadi yang paling lemah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang pekan lalu:

Kemudian imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik 9 basis poin (bps). Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini sedang turun karena tekanan jual.

Berikut perubahan yield obligasi pemerintah berbagai tenor sepanjang minggu lalu:

Dari dalam negeri, sentimen pemberat IHSG dkk adalah gelombang demonstrasi yang melanda berbagai kota di Indonesia. Massa mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat menyuarakan berbagai isu mulai dari pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), kebakaran hutan dan lahan, hingga kisruh di Papua. Bahkan aksi massa ini sampai memakan korban jiwa.

Situasi politik-hukum-sosial-keamanan yang kondusif merembet ke bidang ekonomi. Investor tentu tidak nyaman dengan instabilitas, sehingga arus modal asing ramai-ramai meninggalkan Indonesia.

"Demo yang kita lihat dua hari ini kok terus berlangsung menimbulkan guncangan, jittery di pasar keuangan kita," ujar Destry Damayanti, Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI), pekan lalu.


Sedangkan dari sisi eksternal, kondisi politik juga menghangat di AS. Presiden Donald Trump menghadapi ancaman pemakzulan (impeachment) dari House of Representatives yang didominasi kubu oposisi Partai Demokrat.

Penyebabnya adalah pembicaraan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy melalui sambungan telepon pada 25 Juli lalu. Dalam pembicaraan tersebut, Trump ditengarai meminta pemerintahan Zeienskiy untuk melakukan penyelidikan atas bisnis migas keluarga Joe Biden di negara pecahan Uni Soviet tersebut. Demokrat menuding Trump menjanjikan bantuan senilai US$ 400 juta dalam bentuk asistensi militer.


Biden, eks wakil presiden pada masa pemerintahan Barack Obama, adalah salah satu kandidat kuat calon presiden Partai Demokrat untuk pemilihan tahun depan. Langkah Trump diduga sebagai upaya menjegal Biden dalam kontestasi politik Negeri Adidaya.

Demokrat menilai Trump melanggar sumpah jabatan karena menjanjikan sesuatu yang terkait dengan wewenangnya untuk menguntungkan diri sendiri atau golongan tertentu. Trump juga dianggap membahayakan keamanan nasional.

Dinamika politik di Washington memang bakal mempengaruhi pasar, karena bagaimana pun kegaduhan ini pasti membuat investor ketar-ketir. Kala William 'Bill' Clinton menghadapi ancaman serupa pada 1998, indeks S&P 500 anjlok sampai 10%.

Namun karena pendongkelan Trump juga harus mendapat restu dari Senat, sepertinya hampir mustahil terwujud. Sebab, Senat Negeri Paman Sam saat ini masih dikuasai oleh Partai Republik pendukung Trump.

Oleh karena itu, faktor politik ini pasti akan mempengaruhi pasar. Namun dampaknya tidak akan lama. Bahkan pada 1998, meski sempat terkoreksi dalam akibat ancaman pelengseran terhadap Clinton, indeks S&P 500 mampu mencatatkan penguatan tahunan sampai 27%.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Halaman Selanjutnya >>>>




Bagikan Berita Ini

0 Response to "Awas, Suhu Masih Panas!"

Post a Comment

Powered by Blogger.